28 Oktober 1928
Merdeka! Kalimat itu begitu sakral di saat masa perjuangan Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan itu kemudian didapat pada 17 Agustus 1945, yang tentunya tak bisa lepas dari pengaruh dan kerja keras para pemuda. Pemuda memang memiliki peran penting dalam sejarah Republik Indonesia. Berkat desakan pemuda yang “menculik” Soekarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Jawa Barat, Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaannya. Meski begitu, peran pemuda dalam mengupayakan kemerdekaan jauh telah dilakukan sebelum 1945. Tujuh tahun setelah berdirinya Budi Oetomo pada 1908 misalnya, para pemuda mulai bangkit meskipun masih dalam suasana kesukuan. Bangkitnya pemuda didasari seorang bernama Satiman yang memiliki semangat berkobar yang menjadi motor penggerak bagi pergerakan pemuda. Tri Koro Darmo menjadi wadah awal dari perhimpunan pemuda. Kelak, para pemuda menyatukan tekadnya demi Indonesia dalam sebuah momentum yang dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Tri Koro Dharmo Dilansir dari buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013), organisasi Tri Koro Dharmo merupakan perkumpulan pelajar yang berdiri pada 7 Maret 1915. Anggotanya didapat dengan menjaring pelajar bumiputra yang berasal dari perguruan dan sekolah-sekolah yang ada di Jawa. Pelajar dari Jawa dan Madura menjadi inti dari perkumpulan ini. Tri Koro Dharmo yang secara bahasa memiliki makna tiga tujuan mulia (sakti, bukti, bakti), menginginkan sebuah perubahan dari cara pandang pemuda akan kondisi yang terjadi di Indonesia. Karena terdapat sebuah desakan akan keanggotaan Tri Koro Dharmo lebih luas, maka nama dari perkumpulan ini diubah menjadi Jong Java. Seluruh pelajar dari Jawa, Madura, Bali dan Lombok bisa bergabung dalam wadah ini. Berbagai kongres akhirnya dilakukan untuk menyempurnakan dan menyebarkan ke banyak kalangan akan pentingnya peran dari pemuda. Pemberantasan buta huruf menjadi sasaran dari organisasi ini agar pemuda bisa melihat bebas dunia luar. Menginspirasi Sebenarnya, sudah ada perkumpulan pemuda sebelum Tri Koro Dhamo dengan nama Perhimpunan Indonesia. Namun, organisasi yang dibentuk pada 1908 itu hanya sebatas perkumpulan mahasiswa yang belajar di Belanda dan belum menunjukan peran aktifnya di Indonesia. Situasi kemudian berubah saat sejumlah tokoh masuk ke dalam Perhimpunan Indonesia, misalnya Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada 1913. Kelak, muncul nama tokoh lain yang dihasilkan Perhimpunan Indonesia dan tercatat berperan penting dalam kemerdekaan, misalnya Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta. Barulah setelah para mahasiswa Perhimpunan Indonesia itu kembali ke Tanah Air, mereka mulai berhimpun dan bergerak demi kemerdekaan Indonesia. Para pemuda ini mulai menyadari akan tujuan bersama dan mengurangi perpecahan yang diakibatkan perbedaan mereka yang berasal dari beraneka suku bangsa dan agama. Dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda (1974) yang diterbitkan oleh Museum Sumpah Pemuda, disebutkan bahwa setelah Tri Koro Dharmo atau Jong Java mulai muncul perkumpulan pemuda kedaerahan lainnya. Selain Perhimpunan Indonesia, ada juga Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islaminten Bon, Pemuda Kaum Betawi, Pemuda Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) dan masih banyak lainnya. Mereka merasa membutuhkan dukungan untuk bisa bersatu demi kemerdekaan. Muncul inisiatif untuk bisa menggabungkan dari para perhimpunan pemuda ke dalam sebuah musyawarah besar. Kongres Pemuda I akhirnya dilakukan pada 30 April sampai 2 Mei 1926. Ceramah-ceramah yang diberikan dalam kongres itu belum bisa menyatukan persatuan Indonesia. Masih adanya ego kedaerahan yang kuat dari tiap kelompok. Kemudian, mereka sadar bahwa ego kedaerahan itu akan mempersulit Indonesia untuk bersatu dan berjuang melawan penjajahan. Pada 27 sampai 28 Oktober 1928, kebanggaan dan rasa senasib para pemuda sebagai anak bangsa menjadikan mereka berkumpul lagi. Kongres Pemuda II digelar, dengan kepanitiaan dari berbagai perkumpulan.
Sugondo Djojopuspito dari PPPI sebagai ketua, Djoko Marsaid dari Jong Java sebagai wakil ketua, Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond sebagai sekretaris, dan Amir Sjarifuddin dari Jong Batak sebagai bendahara. Mereka berkumpul di Batavia (Jakarta) dan mulai menyatakan sebuah kesepakatan bersama akan pentingnya persatuan pemuda. Deklarasi pun dilakukan, dan dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Istilah “Sumpah Pemuda” sendiri tidak muncul dalam putusan kongres tersebut, melainkan diberikan setelahnya. Adapun hasil dari Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928 itu adalah: Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kedua: Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Rumusan sumpah sudah tertulis dan dibacakan dalam acara itu. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu pada 1959, tanggal 28 Oktober ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Sumpah Pemuda dimaknai sebagai momentum bersatunya para pemuda, yang kemudian bergerak bersama dan berjuang menuju Indonesia merdeka.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Sejarah Sumpah Pemuda, Tekad Anak Bangsa Bersatu demi Kemerdekaan”, https://nasional.kompas.com/read/2018/10/28/06360091/sejarah-sumpah-pemuda-tekad-anak-bangsa-bersatu-demi-kemerdekaan.
Penulis : Aswab Nanda Pratama
Editor : Bayu Galih