Jumat, Maret 28
Shadow

Cerpen : Burung Piyik

Burung Piyik

Cerpen Karangan: Abyan Rai

Dari kejauhan terlihat gerombolan siswa berdiri memandangi beberapa lembar kertas yang terpaku pada sebuah majalah dinding sekolah selepas waktu sekolah usai. Satu demi satu dari mereka mulai meninggalkan tempat tersebut dengan berbagai ekspresi penuh kemenangan. “Payaaaah”, gerutu seorang siswa kelas tiga SMA. Brian adalah siswa tersebut, siswa yang sangat spesial karena tak satupun siswa kelas tiga di sekolahnya yang punya nilai lebih kecil darinya dalam setiap ujian. Beberapa menit yang lalu Brian kembali mencatatkan namanya sebagai siswa dengan nilai terendah di sekolahnya. Beruntung pencapaiannya masih dalam cakupan sekolah dan belum mencapai level nasional.

Seperti nilai ujiannya, perawakan Brian juga yang paling kecil di antara siswa kelas tiga di sekolahnya. Tak ayal kerap kali dirinya diberikan julukan sebagai burung piyik. Burung yang merupakan anakan dari merpati, burung kecil yang terkenal akan ketidakberdayaannya. Di kelasnya, Brian punya seorang yang selalu dianggapnya sebagai pesaing terberat. Namanya adalah Christo, siswa yang selalu meletakan namanya di pucuk daftar nilai dalam lembar kertas yang terpaku pada majalah dinding sekolah. Terlebih lagi nama Christo sudah banyak diminati oleh perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia untuk bisa bergabung sebagai mahasiswanya. Bila digambarkan, Christo ibarat burung elang dengan segala daya dan kharismanya. Brian dan Christo bagaikan langit dan bumi, entah apa yang dipikirkan Brian hingga ia berani menyebut Christo sebagai pesaingnya.

Melompat, berlari, dan tertawa adalah serangkaian ‘ritual’ yang Brian lakukan setiap kali perjalanan pulang ke rumahnya demi melepas penat di sekolah. Meskipun terbelakang dalam pendidikan, Brian selalu tau cara untuk menghibur dirinya dan hal itulah yang menjaga dirinya agar tetap hidup percaya diri di tengah segala kekurangan.

Hari berganti malam, Brian telah tiba di rumahnya. Seragamnya telah berganti menjadi pakaian tidur, tak lama lagi bantal akan menghipnotis Brian menuju alam bawah sadarnya. Keesokan paginya, Brian bangun kesiangan dan bergegas merapikan diri untuk berangkat ke sekolah. Segala usahanya sia-sia, ia terlambat untuk masuk ke sekolah dan diberikan hukuman oleh pihak sekolah.

Terlambat di pagi hari sudah menjadi kegiatan rutin dan terjadwal dengan jelas dalam daftar kegiatan Brian sehari-hari. Bahkan sekali waktu ia pernah bangun lebih pagi dari biasanya. Ia merasa tidak nyaman dengan keadaan tersebut hingga akhirnya ia tidur kembali agar dirinya bisa bangun kesiangan. Orangtuanya sudah sering mengingatkan sampai akhirnya lelah dan membiarkan Brian sambil berharap kelak kesadarannya akan muncul.

Setelah melalui berbagai proses hukuman, Brian akhirnya diizinkan masuk kelas. “Huuuuuuu”, seisi kelas menyambut kedatangannya dengan sambutan yang layak Brian dapatkan. Seharian di sekolah tak ada momen spesial yang kali ini Brian dapatkan. Hanya tambahan pencapaian buruk yang menambah buruk track record-nya semasa SMA.

Namun ternyata saat bel pulang berbunyi, Brian mendapat panggilan dari Pak Tikno selaku kepala sekolah di SMA-nya. “Kamu hanya punya satu kesempatan terakhir, lusa akan diadakan ujian matematika dalam rangka persiapan ujian nasional untuk kelas tiga. Jika kamu kembali menjadi yang paling buruk. Silahkan keluar dari sekolah ini”, pesan Pak Tikno kepada Brian yang membuatnya pusing tujuh keliling mengelilingi kepala barbie. Raut wajah depresi mulai terlihat nyata sepanjang perjalanan ia menuju rumahnya. Reputasinya akan hancur bila sampai ia dikeluarkan dari sekolahnya. Lebih-lebih pesaingnya yaitu Christo tau, habislah Brian menjadi bahan hinaan.

Berubah total, Brian merubah segala yang ia rasa akan membantunya menyelamatkan diri dari ancaman drop out. Orangtua Brian bahkan terheran-heran dengan sikap anaknya yang berubah total dan percaya bahwa Brian telah mendapatkan kesadarannya. Waktu Brian tidak banyak, ia percaya dirinya akan mampu melewati tantangan dari Pak Tikno dan memanfaatkan dengan baik kesempatan terakhir yang ia miliki.

Waktu telah selesai, segala persiapan dirasa sudah sangat matang. Brian siap berangkat ke ‘medan pertempuran’. Tiba di sekolah tak banyak yang bisa Brian persiapkan karena saat ia tiba ujian telah berjalan 15 menit dari total 90 menit. Dua hari belum mampu merubah kebiasaan Brian bangun kesiangan. Keringat mulai bercucuran dan membasahi seragam sekolahnya. Tak jauh dari tempatnya berada ia melihat Christo dengan segala ketenangannya mampu menjawab soal demi soal dengan meyakinkan. Brian semakin panik hingga akhirnya waktu ujian selesai dan lembar jawaban diserahkan kepada pengawas ujian. Meskipun terisi penuh namun Brian tetap mencemaskan hasil ujiannya.

Hari demi hari berlalu, tak sekalipun Brian meninggalkan sholat lima waktu sekaligus memanjatkan do’a demi keberhasilan ujiannya. Brian memang rajin beribadah dan bukan hanya saat ia dalam kondisi terdesak tapi dalam setiap kondisi ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya. Satu-satunya yang bisa dibanggakan orangtua Brian terhadap anaknya.

Hari pengumuman telah tiba tepat satu minggu setelah ujian dilaksanakan. Dari kejauhan terlihat gerombolan siswa berdiri memandangi beberapa lembar kertas yang terpaku pada sebuah majalah dinding sekolah selepas waktu sekolah usai. Satu demi satu dari mereka mulai meninggalkan tempat tersebut dengan berbagai ekspresi penuh kemenangan. “Yeeeeeeey”, teriak salah seorang siswa disertai lompatan yang tinggi. Brian berhasil melewati tantangan yang Pak Tikno berikan. Ia berlari mengelilingi sekolah dan memeletkan lidahnya ketika bertemu pesaing terberatnya, Christo. Nama Brian kini tak lagi berada di urutan terbawah. Kini namanya berada di urutan kedua dari terbawah.

Brian berhasil menaklukan tantangan dengan segala kerja kerasnya tanpa perlu merubah dirinya menjadi srigala, harimau, atau hewan buas lainnya. Kini Brian sadar, mungkin burung piyik tidak akan pernah bisa mengepakkan sayapnya selebar burung elang. Tapi Brian yakin dan percaya, burung piyik juga bisa terbang tinggi. Bahkan lebih tinggi dari burung elang.

Credit : http://cerpenmu.com/cerpen-motivasi/burung-piyik.html

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *